Makassar – Senat Mahasiswa Fakultas Agama Islam (SEMA FAI UIM) gelar diskusi rutin bertajuk Gender membahas isu sosial dan peran perempuan dalam dinamika sosial. Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung I lantai 2 FAI UIM, Sabtu (18/10/2025).
Isu gender dan peran perempuan dalam dinamika sosial menjadi bahan diskusi rutin yang di inisiasi oleh Departemen Nahdlatun Nisa (departemen khusus yang membidangi pemberdayaan perempuan) SEMA FAI UIM.
Diskusi ini membuka ruang refleksi kritis mengenai bagaimana masyarakat memandang gender, peran sosial, dan ketimpangan yang terjadi. Dengan berbagai sudut pandang berdasarkan basis keilmuan masing-masing pemateri.
Hadir menjadi narasumber pertama Koordinator Departemen Nahdlatun Nisa, Amalia Ma’rifa dan juga pengurus PMII Cabang Metro Makassar Andi Muhammad Jumchaeril, menjadi narasumber kedua.
Koordinator Departemen Nahdlatun Nisa, Amalia Ma’rifa menyampaikan konsep gender sebagai konstruksi sosial sebagai basis dasar dalam memahami struktur sosial yang berlaku.
”Gender memberi perspektif yang lebih kritis dalam melihat konstruksi sosial yang dibangun berdasarkan perbedaan jenis kelamin, pelabelan maskulin dan feminim pada dasarnya bukanlah kodrat biologis melainkan dibentuk oleh kelompok sosial melalui norma dan nilai yang berkembang, ungkapnya.
Ia juga menambahkan, isu gender selalu menarik untuk diulas karena problem sosial selalu berkembang, disisi lain gender menjadi bidang ilmu sosial yang selalu mengambil sikap kritis dalam membaca problem dan dinamika sosial yang sedang terjadi.
”gender sangat responsif baik sebagai bidang kajian akademik maupun sebagai basis wacana yang mengkaji kesenjangan sosial atas dasar jenis kelamin, sikap dinamis ini memungkin analisisnya terhadap konstruksi sosial tidak berhenti pada titik tertentu melainkan terus merefleksikan segala perkembangan isu yang sedang hangat dibicarakan”, Tambahnya.
Selama diskusi berlangsung, narasumber kedua Andi Muhammad Jumchaeril, banyak menyorot terkait ketimpangan sosial yang terjadi. Ia menjelaskan bahwa dalam melihat dinamika sosial atau kelompok sosial yang terpinggirkan dan termarjinalkan dari arus utama profesi dibidang sosial. Dan juga mereka yang terpaksa bekerja pada bidang yang dianggap tabu namun secara realitas ada kelompok rentan yang tidak memiliki pilihan yang lebih baik seperti sebagian perempuan yang terpaksa menjadi pekerja seks komersil.
”Perspektif humanis perlu dikedepankan dalam membaca realitas sosial dalam banyak hal. Bagi mereka yang memilih bekerja pada sektor seks komersil kerap mendapat penghakiman dari kelompok masyarakat, perspektif humanis memungkinkan kita dapat berdialog dan memahami latar belakang yang mereka dalam memilih banyak hal”, pungkasnya.
Peserta forum diskusi yang mayoritas dihadiri dihadiri oleh aktivis perempuan juga membicarakan banyak isu sosial yang membuat perempuan berada dalam situasi dan kondisi dualisme, faktor regulasi yang timpang dan belum sepenuhnya akomodatif terhadap ruang privat dan ruang sosial perempuan. Dan banyak hal lain yang menjadi pemantik dialog interaktif selama diskusi berlangsung.
Forum diskusi gender dan isu perempuan dalam konteks dan dinamika sosial menjadi langkah alternatif yang dilakukan oleh Departemen Nahdlatun Nisa untuk mendidik, mencerdaskan dan membangun kesadaran kritis mahasiswa terhadap problem sosial yang dihadapi umat manusia hari ini, diharapkan menjadi langkah awal untuk mendorong cara pandang yang lebih adil, kontekstual, dan berbasis realitas lokal dalam memahami kesetaraan gender di Indonesia.